Public Relations  mulai dipraktikkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Praktisi Public Relations disebut publisis. Public Relations memiliki dua orang figur yang telah memberikan kontribusi dalam hal teori maupun praktik. Kedua sosok tersebut adalah Ivy Ledbetter Lee (1877–1934) dan Edward Bernays (1891–1995). Lee menganggap bahwa Public Relations adalah seni yang memadukan kreativitas dan inovasi yang kritis. Sedangkan Bernays mendapatkan pengaruh dari teori psikologi Sigmund Freud yang tak lain adalah pamannya sendiri, bahwa Public Relations akan menjadi keilmuan praktis.

Info foto : Prof. Dr. Alwi Dahlan dan Wisaksono Nuradi, dua dari co-founder (Pendiri)  PERHUMAS, ditengah Muslim Basya yang co-founder dan Chair LSP PRI

Lee dan Bernays mempraktikkan Public Relations di New York dalam kurun waktu yang bersamaan, yaitu di awal tahun 1900-an. Keduanya berkontribusi penting dalam sejarah perkembangan Public Relation di dunia.

Para pakar Hubungan Masyarakat (humas) di Indonesia seperti Prof. Alwi Dahlan dan W. Noeradi sepakat bahwa perkembangan awal praktek PR atau Humas di Indonesia sama usianya dengan usia Republik Indonesia. Mengumumkan kemerdekaan merupakan kegiatan PR yang bertujuan untuk memperkenalkan Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dan juga untuk mendapatkan pengakuan internasional.

Setelah pendeklarasian kemerdekaan tepatnya pada tahun 1950, terciptanya era baru pada dunia PR dengan masuknya perusahaan multinasional seperti Caltex Pacific Internasional, Stanvac dan lainnya. Pada perusahaan- perusahaan ini peran  PR sangat penting dalam rangka memperkenalkan perusahaan tersebut serta untuk membangun komunitas, dukungan publik  dan reputasi. PR juga mulai berkembang dalam pemerintah dengan dibentuknya Bagian Humas pada RRI dan Kepolisian RI. Meskipun PR sudah masuk dalam struktur organisasi badan pemerintah, dalam prakteknya keefektifan dari PR sendiri masih belum jelas.

Pada masa Orde Baru, dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, pemerintahan berfokus pada pembangunan ekonomi negara sehingga banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan adalah UU PMA 1967 yaitu kebijakan pemerintah untuk menarik modal asing. Ini berkaibat banyaknya permintaan jasa konsultasi termasuk konsultasi PR pada tahun 1970 an. Perkembangan yang terjadi di Indonesia pada periode yang sama adalah dibentuknya BAKOHUMAS (Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat) yaitu Badan Koordinasi Humas Pemerintah di tahun 1970.

Didirikannya       PERHUMAS (Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia) pada 15 Desember 1972, merupakan tonggak penting dalam perkembangan PR  dan berdiri nya organisasi profesi PR di Indonesia. Para pendiri yang berasal dari Caltex, Stanvac, Pertamina, Kepolisian RI, DKI, Departemen Dalam Negeri, Shell, Good Year, ABRI, Departemen Luar Negeri, dan HI menggambarkan keberagaman dan visioner nya para pendiri terhadap peran PR dimasa depan, dan sebagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme para praktisi PR.

Pada periode ini pemerintah membuat kebijakan yaitu deregulasi (perbankan) 1983 dan adanya privatisasi di berbagai sektor ekonomi yang mendorong semakin besarnya permintaan praktek PR profesional. Namun tingginya permintaan akan PR profesional ini tidak diimbangi dengan ketersediaan praktisi PR yang memiliki kualifikasi memadai. Dengan keadaan seperti ini, mulai bermunculan perusahaan di bidang PR dan kemudian dibentuklah APRI (Asosiasi Perusahaan Public Relations) pada April 1987.

Perkembangan PR di Indonesia juga berjalan sejajar dengan perkembangan pemerintahan dan politik Indonesia. Pada masa ini yaitu pasca Orde Baru tahun 1998, dimulai adanya kebebasan berkomunikasi. Dengan ini muncul pula pengakuan jaminan terhadap hak  memperoleh serta menyebarkan informasi sebagai hak masyarakat. Kebijakan lain yang penting adalah kebebasan pers. Pada era ini praktek PR sudah mengarah pada model Humas simetris dua arah yaitu cara ideal meningkatkan reputasi organisasi diantara target audience dengan menggunakan komunikasi dua arah yang terjadi antara kedua belah pihak. Ini tentu membuat PR di Indonesia berubah menjadi lebih terbuka, dan secara otomatis komunikasi antara PR dan publik juga menjadi komunikasi dua arah.

Evolusi PR pada era tahun 2000 an terjadi dengan drastis akibat  dimulai nya era PR digital dengan munculnya tehnologi komunikasi yang masif dengan platform digital online dan sosial media. Pentingnya peningkatan profesionalisme praktisi PR makin disadari dan seiring perkembangan ini PERHUMAS bersama BAKOHUMAS meng-inisiasi rancangan Kompetensi Kerja bidang Humas pada tahun 2006, dan pada 2008 berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja di sahkan menjadi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Pada tahun 2013 berdiri lah Lembaga Sertifikasi Profesi Public Relations Indonesia (LSP PRI) yang merupakan LSP pertama bidang PR dan memperoleh lisensi dari Badan Nasinal Sertifikasi Profesi (BNSP) pada awal tahun 2014. Sejak itu istilah kompetensi dan sertifikasi mulai dikenal dan akrab dengan dunia PR.

(*sumber: Nurhadi, Dahlan dan berbagai sumber)